“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Moralitas Kita Kembali Dipertanyakan

Moralitas Kita Kembali Dipertanyakan
TW Yunianto*

Kembali diri saya terhenyak mendengar kisah pilu para nelayan yang tak bisa melaut karena tak kuat membeli solar untuk melayar. Selangkah kemudian, saya bertemu dengan abang tukang becak yang mengadu mahalnya biaya pendidikan. Hari kemudian, berdiri seorang pemulung kecil yang mengais sampah demi sampah untuk mencari barang-barang rongsokan yang mungkin bisa dijual. Maju selangkah, kedua mata saya nanar menatap beberapa pengamen kecil yang berada di sebuah perempatan jalan. Di bahu jalan seberang tak jauh dari mereka, ada seorang pengemis kecil yang duduk bersimpuh. Pakaiannya lusuh, wajahnya lecek dan berambut kumal. Sorenya, terdengar dalam siaran berita sebuah stasiun televisi swasta, bebasnya salah seorang pejabat di negeri ini yang terindikasi tindak pidana korupsi triliunan rupiah. Sesaat kemudian, siaran berita itu juga menayangkan tragedi pembunuhan seorang istri oleh suaminya. Dan tak lupa, munculnya ninja cabul di sebuah tempat juga mewarnai siaran berita sore itu.
Itulah potret negeriku sekarang, Indonesia.

Saya kembali teringat dengan kampus saya, dimana para mahasiswa katanya sedang menuntut ilmu, sama seperti saya. Namun, saya bertanya kepada diri saya sendiri, apakah mereka juga merasakan apa yang saya rasakan sekarang ini ? Mencermati potret sebuah negeri. Sepertinya saya sedikit pesimis.

Sebuah pemandangan aneh saya dapatkan di kampus saya sekarang ini. Kendaraan bermotor berbagai merek dan tipe membanjiri areal parkir. Mobil-mobil beraneka ragam warna dan rata-rata keluaran diatas tahun 2000 juga menjejali jalan kampus yang hanya sejengkal lebarnya. Tak ayal, kampus saya sekarang seakan menjadi sebuah show room.

Gedung-gedung kuliah seakan tak pernah sepi. Mahasiswa berebut untuk masuk kelas. Hampir setiap kuliah dipastikan selalu luber. Sempat terdengar diskusi diantara mereka, ternyata yang dibicarakan tak lebih dari sekedar kuliah dan kuliah. Menakjubkan, bahwa sekarang mereka lebih rajin dari pada kakak kelasnya...

Atas ajakan seorang teman, akhirnya saya datang juga ke kantin, tempat dimana dulu saya dan teman-teman bercengkerama tentang organisasi kemahasiswaan dan ontran-ontran politik negeri ini. Namun apa yang saya dapatkan, pemandangan di sana yang agak sedikit berbeda dengan dulu yang pernah ada. Saya lihat disana para mahasiswa dan mahasiswi asyik bercengkerama. Entah apa yang dibicarakan. Terlepas dari hal itu, kalau di jalan-jalan dan tempat parkir kendaraan berubah menjadi show room, maka saya dapatkan pemandangan di kantin itu seolah berubah menjadi fashion show.

Saya berjalan menuju lorong koridor yang menghubungkan antar-gedung. Saya lihat di sana banyak sekali tempelan dan wacana. Ada berita kehilangan, peluang usaha, berita ucapan selamat datang kepada mahasiswa/mahasiswi baru, pengumuman kuliah, dan lain sebagainya. Saking asyiknya mengikuti item-item tulisan itu, tak sadar diri saya kembali ke sebuah gedung pusat dimana mahasiswa kuliah. Hampir sama. Ternyata tulisan-tulisan itu juga yang ada di sana. Sampai di suatu sudut majalah dinding, ada tulisan samar-samar tentang nilai kesopanan para mahasiswa baru. Saya jadi bingung. What happened today ?!

Namun ada sesuatu yang membuat saya tertarik di sana. Ada baliho besar, disana terpampang pelaksanaan outbond orientasi mahasiswa jurusan. Keren sekali.... Saya duduk sejenak, melihat dengan dalam makna dari gambar itu. Apa yang menjadi maksud dari gambar yang ada di depan saya saat itu. Ternyata saya susah mencarinya, karena pikiran ini masih bingung dengan pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi di kampus ini.

Akhirnya dari pada bingung, saya akhirnya pulang merenungi apa yang saya lihat beberapa saat yang lalu. Sedang enak-enak merenung, eh tiba-tiba pikiran saya kembali terhamburkan dengan beberapa anak laki-laki yang sedang berjalan di depan saya. Mereka gaduh sekali. Dengan penampilan skin-head berikut asesorisnya, mereka asyik berjalan bergerombolan tak peduli mereka telah menghabiskan bahu jalan. Saya hanya bisa diam, dan kembali berlalu. Saya tidak tahu, apakah mereka mahasiswa atau bukan.

Perjalanan pulang kembali saya tersadarkan, bahwa kampus ini telah berubah total. Saya dapatkan di kanan-kiri jalan bangunan-bangunan tinggi nan indah layaknya sebuah hotel megah. Yah... itulah kos-kosan mahasiswa. Dalam perjalanan, sempat pandangan mata ini tertuju pada sebuah bangunan kos yang disana banyak mobil di halaman depannya. Di sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup, saya melihat ada sepasang mahasiswa/mahasiswi yang sedang asyik duduk berdua, entah apa yang mereka kerjakan. Namun, ternyata yang terlintas di pikiran saya hanyalah pikiran-pikiran kotor tentang mereka. Ya.. karena kemarin sempat tersiar kabar dari seorang rekan akan adanya kasus ’kumpul kebo’ di sebuah kostan. Entah saya tidak tahu persis akan kebenarannya, tapi yang jelas orang-orang kampung di sekitar tempat saya tinggal membicarakannya. Astaghfirullah...

Saya kembali bingung untuk mencoba mengaitkan realita-realita itu dengan apa yang terjadi dengan mereka. Apa yang mereka pikirkan sekarang ini? Tapi yang jelas, saya menemukan adanya kesepian di kampus ini sekarang. Ketika tidak ada lagi tulisan-tulisan menyentil hati, tulisan-tulisan nakal yang mencoba mencermati realitas sosial yang terjadi di lingkungan kita, apakah lingkungan kampus, atau tataran yang lebih global, sebuah republik yang berada di lembah Asia ini. Saya kurang tahu, apakah mereka sudah kehilangan suara, sudah kehilangan sense of crisis atas segala permasalahan yang terjadi sekarang ini. Memang banyak orang-orang soleh, yang berjalan dengan kepala tertunduk. Namun sepertinya ketika kesolehan itu tidak mereka transformasikan kepada lingkungan mereka, saya kira itu tidak banyak berguna dan memberi manfaat. Semakin lama, saya mengamati semakin banyak mahasiswa yang tertarik dengan aktivitas kemahasiswaan. Namun ketika aktivitas itu hanya untuk melengkapi curriculum vitae, maka mereka tak ubahlah sebagai buih di lautan. Banyak jumlahnya, namun tak mampu memberi makna kepada lingkungannya.

Kalau diri kita saja masih terkungkung dengan mimpi-mimpi egoisme kita, maka sepertinya menjadi sebuah kenaifan apabila kita ingin berkontribusi kepada bangsa kita. Ketika diri kita masih bermimpi hanya untuk kesenangan masa depan kita saja, lulus dengan prestasi cum laude, kerja dengan gaji dan posisi yang tinggi, menikah dengan istri cantik, rumah mewah, mobil bagus, dan lain sebagainya; maka tidak ada yang lebih pantas ketika kita mengatakan bahwa perut kita hanyalah terisi dengan angin dan debu. Tidak ada kata puas dan kenyang. Saya kembali bertanya, apakah idealisme mahasiswa, intelektualitas mahasiswa sekarang masih terkungkung dengan paradigma lama ? Jadilah kalian orang kaya, karena dengan kekayaan itu kalian akan dapat membeli semua. Sepertinya kekayaan tak dapat membeli surga, dan pun juga kekayaan itu nantinya juga tidak akan pernah menemani kita dalam kesendirian, menunggu hari peradilan yang agung, di sebuah ruangan yang sunyi, alam kubur kita.

Itu hanyalah lintasan-lintasan pkiran saya. Sebelum mengakhiri, saya ingin mengucapkan selamat bergabung kepada saudara-saudara saya mahasiswa/mahasiswi baru angkatan 2006, semoga keberadaan anda di kampus ini mampu memberi perubahan. Namun, perubahan itu butuh pengorbanan. Dan saya kira, pengorbanan seorang mahasiswa tidaklah hanya sekedar berlomba-lomba dalam meraih nilai dan IPK. Lebih dari sekedar itu, rekan-rekan menuntut ilmu di sini adalah untuk mengembangkan paradigma berpikir. Terlalu sayang apabila rekan-rekan menuntut ilmu tinggi-tinggi, jauh dari orang tua, dan tentunya mahal; namun rekan-rekan tidak mampu mendapatkan esensi dari menuntut ilmu itu sendiri. Kuliah, belajar diktat, mengikuti praktikum belum tentu bermakna sebagai proses menuntut ilmu. Namun, menuntut ilmu sangatlah luas penjabarannya. Mahasiswa an sich saatnya bagi kita untuk berkiprah, mampu berkontribusi bagi perubahan diri kita khususnya dan bangsa kita umumnya. Namun, ketika proses kuliah hanya mencetak paradigma berpikir untuk kenikmatan diri sendiri, maka selamat bahwa rekan-rekan hanyalah menjadi budak atas ego rekan-rekan, yaitu menjadi buruh-intelek di negeri sendiri, menjadi sapi perah para kapitalis-kapitalis asing. Ya... karena hampir seluruh aset kita telah dikuasai oleh mereka. Pilihan ada di tangan anda, dan sekali lagi, ketika kita hanya berbuat untuk diri kita, maka sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga puluh tahun, atau bahkan selama republik ini masih berdiri, kenyataan-kenyataan seperti yang terungkap pada awal tulisan ini akan tetap saja terjumpai di depan mata kita. Moralitas kita kembali dipertanyakan akan kenyataan-kenyataan itu. Apa yang dapat kita lakukan ?!!

Selamat berjuang !!!
Billahi sabillilhaq

Bandung, 17 September 2006

*) Mantan Presiden Mahasiswa BEM KBM STT Telkom, Pegiat pada Everlasting Movement Forum dan Forum Telematika Indonesia.

posted by ENDONISEA @ 20:12,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home