“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Separah Inikah Bangsaku…??!!

Separah Inikah Bangsaku…??!!
TW Yunianto*

Tsunami menghiasi langit Indonesia di akhir tahun 2004 mengawali langkah politik SBY menjadi presiden RI ke-7.
Lepasnya Sipadan-Ligitan sebagai bentuk lengahnya anak bangsa mengurus dirinya.
Bom Leuwi Gajah tak hanya menghenyakkan orang Bandung, tetapi seluruh negeri yang menggambarkan ketidakbecusan pemerintah mengurus sampah.
Ramainya skandal BNI yang membawa uang rakyat triliunan rupiah.
Rentetan tragedi hitam pilkada, mulai dari pemalsuan identitas, saksi palsu, politik uang, dan bahkan pembakaran fasilitas umum.
Pengerukan harta rakyat ratusan triliun pertahun lewat Freeport dan Indosat sebagai contoh pragmatis-nya bangsa Indonesia.
Isu – isu SARA, mulai dari Poso, Ahmadiyyah, Lia Eden, atau bahkan kasus lainnya yang identik dengan permainan intelijen dalam mengalihkan wacana.
Terealisasinya kenaikan BBM 180%, adanya beras impor yang masuk lebih dari 180 ribu ton, dan bahkan rencana kenaikan Tarif Dasar Listrik 30 – 80 % yang berarti pembantaian rakyat kecil
Rencana terbitnya Majalah Play Boy versi Indonesia di negeri ini dengan alasan simbol kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Matinya ribuan rakyat Indonesia karena kelaparan di Yahukimo Irian Jaya, longsor di Purworejo, banjir di Mojokerto, Gempa Poso, Kapal karam di Lombok, atau kasus pembunuhan yang tiap jam ditayangkan melalui berita di televisi.

Apa lagi...? Tidakkah cukup hal itu menyadarkan kita....
Saudaraku, jika kita masih merasa sebagai manusia yang mempunyai nurani. Begitu banyak bangsa kita mendapatkan peringatan yang maha dahsyatnya. Mulai dari tragedi yang bisa kita rasakan secara langsung seperti contoh di atas, maupun tidak langsung seperti invasi barat terhadap pemerintahan kita. Mau atau tidak mau, hal itu senantiasa berjalan di tengah kelengahan kita sebagai seorang pemuda. Masih layakkah kita saat ini menggenggam tangan kita, membungkam mulut kita, duduk bersantai ria, sedangkan tiap hari bangsa kita disuguhi oleh perjamuan tragedi kemanusiaan.
Cukup sudah kita berpangku tangan, seolah menjadi orang bego dengan menganggap urusan itu adalah urusan pemerintah, masalah korupsi adalah urusan polisi dan jaksa, demonstrasi kerjaan para aktivis mahasiswa. Lalu apa yang kita bisa...
Negeri ini tidak butuh pemuda bodoh yang hanya memperhatikan dirinya sendiri, masa depannya yang penuh dengan mimpi kemewahan duniawi.
Apa yang kita punyai saat ini ? Hartakah; dengan beban hutang yang lebih dari 2.200 triliun. Sumber daya-kah; dengan adanya perampasan bahan tambang, mulai dari pasir laut sampai pasir mulia (emas) oleh asing. Atau bahkan kecerdasankah; dengan peringkat HDI di atas 100 diantara bangsa – bangsa di dunia.

Apa yang kita banggakan atas negeri kita saat ini ?
Jika Koes Plus bernyanyi ”tongkat kayu dan batu jadi tanaman..”, maka realitanya adalah impor beras yang dilakukan oleh oknum pemerintah yang bekerja sama dengan cukong – cukong nakal, padahal stok beras yang ada di petani masih ada, sehingga tak ayal para gubernur/bupati/walikota melakukan penolakan besar – besaran yang diikuti oleh kemarahan Jusuf Kalla.
Jika teori ITU (International Telecommunication Union) menyebutkan penambahan 1 SST (Satuan Sambungan Telepon) dapat meningkatkan taraf perekonomian suatu bangsa sebesar 3%, maka bagaimana dengan Indosat yang telah dikuasai Singtel yang notabene milik Yahudi. Telkomsel yang keuntungannya (walaupun sedikit) masuk ke kantong mereka. Atau bahkan telekomunikasi di wilayah Indonesia Timur yang juga dikuasai oleh duet Bukaka (milik Jusuf Kalla) dan Singtel. Bahkan, beberapa hari yang lalu kita mendengar Singtel telah membeli lebih dari separuh Saham Chandra Asri (50,45%) yang saat ini dikenal sebagai perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia.
Sepertinya tulisan ini tidak mampu lagi menggambarkan kondisi bangsa yang sedang terpuruk, lemah mengadu kepada para pemudanya.
Kalaupun para pahlawan yang saat ini terbujur kaku di liang kuburnya masih memiliki air mata, maka kita dapat membayangkan betapa ngerinya Taman – taman Makam Pahlawan yang hanyut dalam tangisan syahdu mereka.
Sebenarnya kita yang bodoh, atau kita yang tidak sadar. Kalaupun bangsa ini jatuh ke tangan asing, maka kita akan ikut bertanggung jawab. Ketika semua telah habis, akankah kita akan menggadaikan atau bahkan menjual bangsa ini ke tangan asing ? Dimanakah amunisi – amunisi perubahan itu berada ketika kita saat ini hanya duduk dan diam di gudang mesiu. Senapan sudah siap untuk dibidikkan, laras-pun sudah terkokang. Maka kita siapkan diri kita untuk masuk dalam magasin – magasin perjuangan. Jangan biarkan peluru itu salah sasaran, atau bahkan membunuh pembidiknya sendiri....

*) Presiden Mahasiswa, BEM-KBM STT Telkom

posted by ENDONISEA @ 05:52,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home