“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



STT Telkom, akankah menjadi kenangan saja…

STT Telkom, akankah menjadi kenangan saja…
TW Yunianto*

Tower – tower tersisa dua, menghapus ironi masa lalu yang mengharu biru dalam sejuta kenangan panjang. Lingkungan yang semakin panas merefleksikan kondisi persaingan hidup yang semakin mengganas. Pembelajaran akan kehidupan seolah menjadi rutinitas tiada isi. Semua adalah retorika belaka....

Empat tahun adalah waktu standar bagi kita untuk menjalani kehidupan di kampus ini. Perjuangan panjang mulai dari kepala gundul (baca:ospek), sampai memakai topi toga adalah sesuatu yang tak bisa kita lupakan begitu saja. Rentang empat tahun telah memberikan kesempatan bagi kita untuk saling mengerti, saling mengisi, saling memahami, dan saling memaknai. Selama empat tahun itu pula kita mendapatkan sesuatu yang mungkin membantu diri kita dalam mengayuh masa depan.

Sesaat kita merenung sejenak. Segala duka dan suka mungkin pernah kita lewati dalam kehidupan di kampus ini. Mulai dari rasa bangga kuliah di kampus bonafit STT Telkom, sampai rasa kesal menunggu dosen pembimbing yang tak kunjung datang. Tumpah ruah rasa dan emosi seakan mengalir indah penuh warna. Akankah kita mampu mengulangi masa – masa kenangan tersebut ?

Segenap asa mungkin pernah kita keluhkan di kampus ini. Almamater yang sadar atau tidak sadar telah mengantarkan kehidupan kita seperti layaknya saat ini. Kita tidak bisa menyalahkan lingkungan yang telah membesarkan kita. Layaknya seorang ibu yang sayang kepada anaknya, namun juga seorang ibu yang hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan – kesalahan manusiawi.

Penyesalan mungkin selalu ada dalam dada – dada kita. Namun, saat ini yang diperlukan oleh bangsa dan intitusi ini adalah sosok pemuda – pemuda yang sarat dengan idealisme dan kreativitas nyata untuk sebuah perubahan ke arah perbaikan. Layakkah kita menyalahkan seorang ibu (baca:STT Telkom) yang saat ini sedang mencari jati dirinya ? Menginjak usia yang ke-15 ini, apa yang sudah diberikan kampus tercinta untuk bangsa ini ? Namun sebelum bertanya tentang hal itu, maka tanyakanlah kepada diri kita apa yang telah kita sumbangkan bagi institusi ini tercinta. Semua itu tak akan terlepas dari kita, sosok mahasiswa dan alumni yang selamanya akan terikat dengan yang namanya STT Telkom.

Mari kita mulai dari pertanyaan, “Kamu kuliah dimana ? Kamu sarjana lulusan mana ?”.
Semua jawabnya adalah, “STT Telkom”, apakah dengan bangga, malu, maupun bangga namun penuh dengan dendam kesumat yang membara.

Kawan – kawan, segenap rindu mungkin pernah kita ungkapkan terhadap institusi ini. Namun segenap kekesalan dan kekecewaan seringkali kita tumpahkan pula. Sadar atau tidak sadar, kita juga pernah hidup di sebuah komunitas STT Telkom. Segenap kesalahan yang ada di lingkungan institusi ini mungkin kita juga turut berkontribusi menciptakannya. Maka layakkah saat ini kita masih berdendam ria dengan institusi tercinta ini ? Yang harus kita pahami adalah, kesalahan bukanlah terletak pada lingkungan yang bernama STT Telkom. Namun, segala hal itu terletak pada individu – individu yang saat itu mungkin sedang memegang tampuk kekuasaan di institusi ini. Maka ketika kita masih memiliki nurani, kita tidak akan merasa menyesal, dendam, atau bahkan segala perasaan negatif apapun kepada institusi yang layaknya seperti ibu kita.

Saat ini, ibu kita (baca:STT Telkom) membutuhkan kontribusi dan pemikiran kita. Beliau sudah bertambah tua. Tidak layak bagi kita sebagai seorang anak melupakan begitu saja segala jasa orang tua, atau paling tidak orang yang pernah berjasa dalam hidup kita. STT Telkom baru saja mendapatkan sosok pemimpin yang baru. Ketua STT Telkom beserta pembantu ketua yang baru nantinya kita harapkan mampu memberikan atmosfir perubahan bagi kampus tercinta ini.

Kita tidak bisa berlepas diri. Kita tidak bisa cuci tangan. Kitapun juga tidak bisa balik kembali ke sebuah rahim mulia yang telah melahirkan kita sebagai insan – insan telekomunikasi. Walaupun saat ini arah masa depan tergantung pada diri kita masing – masing, namun satu hal yang harus kita ingat adalah ibu kita (baca:STT Telkom) tidak akan pernah menghapus kenangannya saat kita berada dalam buaiannya. Lantas apa yang telah kita berikan kepada ibu kita, yang mungkin saat ini kita masih berada dalam asuhannya, maupun kita yang sekarang sudah terlepas layaknya anak burung yang sudah mampu mengepakkan sayapnya menuju ufuk timur menyongsong mentari bangkit dari tidurnya.
Saatnya tunjukkan kontribusi, baik kita yang masih menjadi mahasiswa maupun alumni yang saat ini sudah tersebar di seluruh pelosok negeri, atau bahkan mereka yang saat ini berada di seberang samudera yang tak nampak di ufuk cakrawala. Mari kita sempatkan diri kita untuk memikirkan nasib dan masa depan dari intitusi ini. Kalaupun tak bisa satu hari, satu jam, atau bahkan satu menit, maka waktu satu hirupan nafas adalah anugerah yang mungkin bisa kita berikan kepada ibunda tercinta.

Viva STT Telkom....
Biarkan diriku mengetuk pintumu....
’Tuk lindungi dirimu dari orang – orang yang sengaja memanfaatkanmu untuk kepentingan pribadi mereka.
Satu, dua, tiga, kita ucapkan kembali ”Assalamu’alaika yaa habibi...”.
Selamat menjalani usia yang kelima belas tahun ini.

Assalamu’alaika yaa habibi... : Selamat dan salam semoga tercurah padamu wahai kekasihku (baca:STT Telkom).

*) Presiden Mahasiswa BEM KBM STT Telkom

posted by ENDONISEA @ 09:04,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home