“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Kembalikan Generasi Pembaharu Kami

Kembalikan Generasi Pembaharu Kami*
Refleksi Akhir Pengantar Pergantian Generasi Kampus
TW Yunianto**

Potret Negeri
Indonesia, tanah ribuan pulau saat ini terkungkung dalam tragisnya euforia sosial. Negeri dengan 230 juta penduduk ini terkenal dengan surganya dunia. Mulai dari potensi penduduk yang memberikan peringkat keempat pada kategori negara terpadat di dunia, serta kekayaan alamnya yang membentang dari ujung Sabang sampai Merauke. Namun realitanya adalah, 63 juta penduduk Indonesia saat ini masuk dalam kategori miskin dan hampir miskin. Di tengah ramainya hiruk pikuk kemewahan ibu kota, namun di sisi lain jutaan rakyat Indonesia kelaparan, ribuan bayi busung lapar menanti sesuap nasi. Indonesia, salah negeri yang menjadi pusat budaya di Asia Tenggara di era pertengahan abad 20, saat ini berada pada posisi yang terbalik. Kegagalan pemerintah di bidang pendidikan menempatkan Indonesia menjadi 5 besar negeri terkorup di dunia. Apalagi, saat ini pemerintah masih belum mampu menempatkan pembangunan sektor pendidikan sebagai suatu hal yang mutlak untuk dilakukan. Hal ini dapat kita lihat dari alokasi pembagian belanja negara yang tertuang dalam APBN 2006 yang masih menitikberatkan pada pembayaran bunga hutang negara. Hal ini diperparah lagi dengan adanya 55,54% penduduk usia sekolah tidak terlayani oleh pendidikan formal. Lebih dari 40 juta orang menganggur di negara kita. Penduduk negeri ini mempunyai kualitas SDM nomor 117 dari 175 negara di dunia. Jumlah penganggur saat ini semakin naik dari tahun ke tahun dengan distribusi sekitar 11,6 juta dari total angkatan kerja 106,9 juta, atau sekitar 10,84 % orang Indonesia menganggur (data Oktober 2005). Dilihat dari pendapatan per kapita yang masih berada di bawah $US 1.000, mendudukkan negeri kita sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Itulah potret dari negeri yang kita cintai ini. Indonesia, salah satu negara yang mampu mendapatkan kemerdekaannya tanpa diberi oleh penjajah, melainkan melalui sebuah perjalanan panjang yang sarat dengan perjuangan dan pengorbanan.
Sumpah Pemuda 1928 menginspirasikan kepada kita bahwasanya semangat perjuangan itu masih ada dan terpatri di dalam setiap dada para pemuda saat itu. Sekarang usia Sumpah Pemuda hampir mendekati 8 dasawarsa. Akankah semangat - semangat serta idealisme itu masih membara hingga saat ini ? Sebuah pertanyaan besar bagi kita para pemuda yang seringkali dikatakan sebagai tulang punggung bangsa. Di tengah kemelut konflik dan terpaan krisis yang saat ini menempa negeri Indonesia Raya ini, masih adakah para pemuda yang terpanggil nuraninya untuk kembali bangkit, persembahkan segala potensi, akal, pikiran, dan tenaganya untuk masa depan bangsa ? Sumpah Pemuda yang memberikan titik acu kemerdekaan bangsa di era 1945, ternyata mampu menggerakkan semangat serta semua kekuatan para pemuda untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan kolonialisme yang membawa bangsa ke arah keterpurukan. Namun, sekali lagi, dimanakah semangat para pemuda saat ini ? Apakah semangat mereka hanya habis terkikis oleh euforia - euforia zaman yang serba edan ini ? Sepertinya tak salah kalau mantan Ketua MPR kita, Prof. Amien Rais menyindir sikap pemuda yang terjadi saat ini dengan istilah imbas-imbis, sebuah inkonsistensi sikap yang membawa kemunduran dan degradasi di segala bidang.

Apa peran yang dapat kita lakukan ?

Setiap bangsa pasti memiliki gambaran tentang masa depannya. Tidak satupun bangsa yang ada di dunia ini yang tidak memiliki arah pembangunan, sebuah visi masa depan yang mengantarkan sebuah bangsa menemukan jati dirinya. Visi masa depan bangsa tidaklah dapat populis dan tercipta, ketika tidak ada generasi - generasi yang mampu mendobrak paradigma mereka akan suatu masa depan yang cerah, yang berlandaskan kekuatan jiwa dan keyakinan, dan itu bukanlah sekedar rentetan mimpi - mimpi indah sepanjang masa.
Sejarah telah membuktikan, bahwa generasi yang mampu menggelar kekuatan untuk mewujudkan perubahan adalah para pemuda. Kita lihat berbagai peristiwa yang saat ini mampu menggoncangkan peradaban manusia, dengan kiprah pemuda sebagai episode sentralnya. Proses perebutan kemerdekaan negeri kita, dipelopori oleh pemuda. Revolusi perjuangan di Hongaria dengan tragedi Petrofi-nya, pergulatan Che Guevara yang terkenal dengan Hot Blood Countries di Amerika Latin, serta yang tak kalah heroiknya adalah harumnya tragedi reformasi yang mengantarkan enam nama pemuda sebagai pahlawan reformasi. Kalaupun di pikiran kita masih terngiang-ngiang kepahlawanan para pemuda melawan penjajah yang berakhir dengan kemerdekaan 1945, maka tak salah jika kita saat ini berdiri, bangkit untuk meraih kemerdekaan kita yang kedua dalam mengentaskan negeri ini dari segala keterpurukan. Cukup sudah mereka menghancurkan bangsa ini. Saatnya bagi kita untuk sadar, lari mengambil peran, dan menunjukkan semangat serta kiprah nyata kita sebagai seorang architect of change, director of change, agent of change, serta intellectual of change.
Kita renungi sejenak sebuah kalimat yang pernah keluar dari mulut seorang tokoh pemuda, pendidik, serta pelantun semangat perjuangan yang sampai saat ini masih terdengar di telinga kita, Hasan Al Banna :
“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air.. ”

Saatnya pemuda berkiprah, raih kembali semangatnya, salurkan potensi demi kejayaan almamater kita, serta Indonesia Raya !!!

*) Tulisan Pengantar Release Seminar The First STT Telkom Seminar di Seputar Indonesia, STT Telkom Bandung 2006
**) Presiden Mahasiswa BEM-KBM STT Telkom, Bandung

posted by ENDONISEA @ 00:55,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home