“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Negeri formalitas

Hari ini saya membaca berita tentang kegiatan Wapres JK dalam rangka meninjau fasilitas transportasi kereta api di sepanjang jalur Jakarta-Yogyakarta. Disitu diberitakan bahwa tidak ada satupun pedagang asongan yang mangkal yang biasanya mengais rezeki dengan berdagang dari satu kereta ke kereta yang lain. Bahkan, di stasiun Yogyakarta juga diberitakan bersih dari kaum gepeng alias gelandangan dan pengemis. Disana malah dipajang kursi penyambutan nan mewah yang disertai dengan hiasan warna-warni plus karangan bunga.

Menjadi muncul pertanyaan di benak saya, apakah harus seperti itu jika pejabat meninjau ke daerah? Sampai-sampai, kereta yang lain pun harus mengalah untuk memberikan jalan bagi kereta sang Wapres. Bukankah setiap warga negara memiliki hak yang sama?

Saya jadi teringat program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah yang salah satunya yaitu pengentasan kemiskinan. Saya kira program pengentasan kemiskinan menjadi hal yang tidak mungkin jika para pejabatnya saja tidak melek dengan realitas kemiskinan bangsa. Sepertinya, budaya ABS (Asal Babe Senang) masih senantiasa dijadikan patron pembangunan. Ya, pembangunan yang menghabiskan uang rakyat bejibun itu ternyata belum mampu memberikan ekspektasi yang berarti bagi rakyat sendiri. Semua habis untuk mendanai program-program formalitas yang senantiasa muluk-muluk namun tanpa realisasi. Sementara, darah rakyat senantiasa dihisap oleh lintah pajak yang ternyata hampir semuanya menguap entah kemana.

Kembali ke masalah realitas kemiskinan bangsa, saya kira alangkah bijaknya jika para pejabat kita menyaksikan dengan seksama realitas yang saat ini terjadi pada bangsa kita. Tidak bisa program pengentasan kemiskinan akan sukses jika para pemimpinnya saja menutup mata, bahkan seara sengaja menutup mata dan telinga untuk masalah yang satu ini. Jika sampai saat ini masih dibiarkan saja, maka semua itu tak ubahlah sebagai suatu program yang bersifat normatif dan formalitas saja. Normatif untuk legal menghabiskan anggaran dan formalitas untuk membuat rakyat senang melihat pejabatnya banyak ‘kerjaan’.

Kalau masih dibiarkan berjalan seperti ini dan pemerintah masih keukeuh saja, saya kira lebih baik dibalik saja programnya menjadi program pengentasan kesejahteraan pejabat, atau bisa juga program memiskinkan rakyat.

Wassalam.

posted by ENDONISEA @ 23:11,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home