“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Keresahan ideologi

Beberapa hari yang lalu saya berdiskusi dengan seorang teman. Ada sebuah istilah yang saat itu keluar di tengah-tengah diskusi kami. Keresahan ideologi. Pada intinya, maksud dari keresahan ideologi yang menjadi point dari diskusi kami lebih bermakna adanya sebuah ganjalan perasaan terkait dengan kondisi sosial kontemporer, dimana terdapat kesenjangan sosial yang berujung pada disharmonisasi perikehidupan masyarakat. Memang, jika kita lihat secara etimologis keresahan ideologi akan bermakna lain. Akan tetapi, jika kita lihat dari sudut pandang definisi rasa, setidaknya terdapat kedekatan makna.

Kebanyakan orang saat ini dapat dikatakan merasa nyaman dengan kondisinya masing-masing. Yang kaya, nyaman dengan hartanya, sementara yang miskin nyaman dengan jaminan untuk dapat makan hari ini, sementara esok hari ya dipikir esok hari. Sehingga dapat dikatakan, jarang orang kaya merasa tidak nyaman ketika melihat orang lain tidak bisa makan karena memang orang kaya tersebut tidak pernah merasakannya, kalaupun mereka sempat merasakannya, hal itu dianggap sebagai kesuraman masa lalu saja. Di lain sisi, orang miskin pun juga tidak merasa risau melihat saudaranya yang lain tidak bisa makan karena mereka hanya memikirkan perut mereka sendiri. Salah sendiri punya perut nggak diurusin. Emang gua pikirin...!

Hasil dari adanya kondisi apatisme masyarakat tadi adalah semakin lebarnya kesenjangan sosial yang terjadi. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Sementara bagi kaum intelektual, yang pintar semakin pintar, yang bodoh semakin bodoh. Sehingga ada semacam anekdot orang miskin dilarang mikirin negara, karena kalau mikirin negara, mereka akan berpikir hanya untuk perut. Sementara, ada juga stigma orang pintar dilarang mikirin negara, karena kalau mereka mikirin negara, mereka akan mudah dipolitisasi oleh penguasa, sehingga ujung-ujungnya seperti nasib anggota KPU yang saat ini mendekam di penjara. Lantas, siapa yang boleh mikirin negara?

Ujung-ujungnya ditengah kegalauan kesadaran nalar bangsa, maka koruptorlah yang saat ini dianggap paling pinter ngurus bangsa. Sementara, ideologi rakyat dibuat permisif dan apatis. Mereka dibuai dengan rasa kenyamanan dan keamanan. Asal harga beras murah, harga bensin murah walaupun semua itu disubsidi dengan hutang, maka rakyat akan menjadi diam. Itulah kenyamanan ideologi yang sementara ini dialami oleh sebagian bangsa kita.

Demikian juga para kaum-kaum intelektual. Mereka pun juga dibuat merasa nyaman dengan luasnya lapangan kerja, pendidikan murah walaupun tidak bermutu. Tetapi sementara untuk bangsa kita, kaum intelektual disuap dengan metodologi pendidikan yang bertujuan untuk membuat mereka memiliki ketinggian harkat secara materi. Dan itulah kebanyakan orientasi pendidikan kita yang hanya membuat manusia pintar, tetapi tidak cerdas. Mereka memang golongan kaum pemikir, tetapi mereka sarat dengan kerapuhan nurani. Mereka bisa membedakan antara keniscayaan dan kemustahilan, tetapi tidak bisa membedakan antara yang benar dan yang salah. Semua teori dipelajarinya, sementara mereka tidak mengerti landasan filosofis dari segala macam ragam teori yang mereka hafalkan.

Terakhir, untuk membangun bangsa ini tidak dibutuhkan gelar sarjana saja, tetapi juga kecerdasan nurani yang membawa kita mampu merasakan segenap permasalahan yang terjadi di lingkungan kita. Banyak orang pandai tetapi egonya luar biasa. Namun hanya sedikit para dermawan sederhana yang mau berbagi dengan sesama. Intinya, keresahan ideologi-lah yang awalnya memberikan jalan bagi para pendiri republik ini sehingga kemerdekaan dapat dicapai dengan gemilangnya. Kalaupun kita ingin kembali membangun negeri ini, maka marilah kita bersama-sama menikmati hidangan keresahan ideologi. Selamat menikmati !!!

posted by ENDONISEA @ 07:31,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home