“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Semua dimulai dari kampus

Dalam sebuah diskusi tentang studi gerakan mahasiswa, saya pernah ditanya oleh salah seorang peserta diskusi tentang harus dimulai dari mana upaya untuk mengatasi krisis multidimensi yang saat ini melanda negeri kita.
Memang sangat kompleks jika kita merunut satu demi satu permasalahan yang saat ini terjadi di negeri yang kaya akan potensi ini. Sehingga menyitir perkataan Hendarman Supanji (Plt. Jampidsus Kejagung), negeri kita adalah negeri para mafia. Bagaimana tidak, saat ini hampir semua lini yang ada dalam sistem pemerintahan kita telah dikuasai oleh para mafia, mulai dari mafia politik, mafia pendidikan, mafia ekonomi, hingga mafia hukum. Semua telah terjalin rapi dalam sebuah jalinan lingkaran setan yang tak terpisah satu sama lain. Itulah negeri kita.
Kompleksnya permasalahan yang saat ini mendera negeri kita menimbulkan multi-intepretasi. Sehingga, ada segolongan orang yang berkecenderungan kepada permisivisme, alias memberikan yustifikasi bahwa permasalahan yang saat ini terjadi tak lain karena takdir Tuhan. Ada juga golongan yang apatis yang lebih bersikap terserah atas segala sesuatu yang akan terjadi. Mau baik silakan, mau buruk ya tak masalah. Ada juga golongan orang-orang pesimis yang saat ini mulai berpandangan negatif terkait dengan permasalahan yang ada. Golongan ini terdiri dari orang-orang yang sudah muak dan jengkel dengan segenap permasalahan yang terjadi. Namun demikian mereka menyerah dikarenakan sudah merasa jenuh dan tidak ada lagi yang bisa diharapkan untuk perbaikan bagi negeri ini.
Memang permasalahan kita cukup kompleks, namun bukan berarti tak dapat diselesaikan. Di tengah gelombang kapitalisme yang digaungkan Amerika yang cukup mempengaruhi kondisi internal negeri kita, juga ditambah lagi berbagai bencana dan sederet kasus ‘kejahatan politik’ yang dirasa tak mampu lagi untuk ditangani dengan tangan sendiri. Akan tetapi kita tidak bisa menyerah dengan kondisi. Seburuk apapun negeri kita, ya inilah negeri kita, Indonesia. Memang boleh kita mengatakan bahwa kerusakan ini setidaknya juga akibat ulah bangsa kita sendiri, khususnya para pemimpin-pemimpin kita yang korup. Namun jika kita masih berdebat pada lingkaran permasalahan, maka dapat dipastikan kita tidak akan pernah mendapatkan solusi yang tepat untuk keluar dari segenap masalah yang saat ini ada.
Maka dari itu, ketika ada sebuah pertanyaan seperti diawal tulisan ini terkait dengan dari mana kita akan memulai memperbaiki keterpurukan kondisi bangsa kita, maka jawabannya adalah dimulai dari kampus. Kenapa demikian? Setidaknya ada dua opini yang dapat saya berikan atas tesis saya tersebut. Yang pertama, bahwa kampus adalah wadah masyarakat intelektual, khususnya mahasiswa. Seorang Indonesianis, Ben Anderson mengatakan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah para pemudanya. Memang sejarah telah mencatat bahwa hampir dalam setiap proses perubahan yang terjadi di negeri kita selalu tak pernah lepas akan peran dari para pemuda/mahasiswa. Oleh karena itu, ketika kita bicara masalah kampus, setidaknya dari sinilah diharapkan muncul peran-peran perubahan yang mampu dimainkan oleh para kaum intelektual tersebut yaitu mahasiswa terkait dengan adanya kejenuhan sosial yang saat ini terjadi. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi motor dan inspirator perubahan, yang selanjutnya akan mampu mengakselerasinya ketika bola perubahan yang digelindingkan mampu menjadi isu bersama, isu mahasiswa, pemuda, dan masyarakat pada umumnya. Yang kedua, bahwa mahasiswa adalah investasi jangka panjang. Harus kita pahami bersama bahwa eksistensi pemuda adalah sebagai iron stock kepemimpinan bangsa masa depan. Oleh karena itu, dibutuhkan semacam pemahaman dan pembekalan kualitatif terkait dengan fungsi-fungsi dan peran-peran kepemudaan. Menjadi hal yang sangat merugikan jika para pemuda dan mahasiswa yang terdapat dalam suatu negara tidak memiliki sebuah pemahaman akan peran dan fungsi mereka, sehingga keberadaan mereka tak ubahnya sebagai beban sosial yang hanya mampu menaikkan angka pengangguran dan kemiskinan, sementara di masa depannya mereka tidak memiliki gambaran akan visi dan aksi untuk membangun kembali peradaban bangsa yang mulia, yang menjunjung tinggi keadilan dan hakikat kemanusiaan.
Kita harapkan dari kampus, sebuah miniatur peradaban, perubahan itu akan terwujud. Namun hanya bagi para pemuda/mahasiswa yang memiliki kesadaran dan semangat kepeloporan saja yang akan membuat sejarah mencatat kembali kiprah-kiprah mereka dalam mempersembahkan karya-karya bagi kemaslahatan umat manusia.
Perubahan tidaklah turun dari langit, melainkan goresan-goresan tinta perjuangan kita di atas lembar sejarah umat manusia.

Wallahua’lam.

posted by ENDONISEA @ 21:32,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home