“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Kerinduan seorang ibu

Dapat dipastikan bahwa hampir setiap ibu memiliki perasaan rindu terhadap anaknya, apalagi ketika anaknya sudah dewasa dan tidak berada disampingnya dalam rentang waktu yang cukup lama. Perasaan itulah yang saat ini dirasakan oleh ibu saya di rumah.
Pagi tadi, kakak saya menelepon yang intinya mengabarkan bahwa ibu pingin saya pulang, “Beliau kangen”, katanya. Sebenarnya, permintaan agar saya pulang sudah dari beberapa pekan kemarin. Tetapi karena masih ada acara yang belum bisa ditinggalkan di Bandung, akhirnya sampai saat ini belum terlaksana juga. Memang setiap kali ibu menelepon, tertangkap di hati saya akan adanya perasaan rindu di setiap bait kata yang beliau sampaikan. Saya bisa menangkap perasaan itu dibalik nasihat-nasihatnya yang tajam. Tapi, memang karakteristik saya yang bandel, sepertinya itu semua menjadi angin lalu begitu saja. Sampai akhirnya dengan agak sedikit kesal, tadi pagi kakak meminta saya untuk segera pulang, kalau bisa akhir pekan ini. Hmm...
Saya anak terakhir dari tiga bersaudara. Kakak saya yang pertama laki-laki, sudah berumah tangga dengan satu orang putera (insya Allah sebentar lagi nambah) dan sekarang tinggal di Cirebon. Kakak saya yang kedua perempuan, sama, beliau juga sudah berkeluarga dan dikaruniai satu orang putera. Sekarang beliau dan suaminya tinggal di Solo menemani ibu yang sendirian setelah meninggalnya bapak. Dari kecil, saya memang terkenal dengan bandel, bahkan banyak saudara dan teman masa kecil saya yang masih ingat dengan sosok anak laki-laki kurus, cengeng, dan nakalnya minta ampun. Dari semua orang yang ada di rumah, hanya almarhum bapak yang saya takuti. Itu juga karena karakter bapak yang keras. Tapi dari beliaulah saya mendapat banyak didikan dan keteladanan. Termasuk, ketika ada seorang teman yang bertanya kepada saya terkait dengan kesukaan saya terhadap dunia politik, maka saya katakan bahwa bapaklah yang mengajarkannya. Memang sewaktu masih muda, beliau adalah seorang fungsionaris sebuah partai politik besar milik penguasa orde baru.
Setelah bapak meninggal beberapa bulan yang lalu, seperti yang dikatakan kakak, memang ibu seringkali merasa was-was. Keinginan besar beliau nantinya adalah, bahwa semua anak-anaknya diharapkan bisa berkumpul, bersatu kembali seperti dulu sewaktu kami masih kecil. Indah rasanya ketika teringat kembali saat-saat kami berkumpul bersama, bareng-bareng bersama kakek, nenek, serta saudara-saudara lain. Tapi itu semua ketika saya masih kecil, saat rumah kami belum pindah dari desa dimana saya lahir disana.
Kembali saya teringat wajah ibu di rumah. Sepertinya beliau segera ingin melihat sesosok wajah anaknya yang kurus, cengeng, dan nakal dulu (tapi kayaknya, sekarang masih bandel juga seperti dulu, ha..ha..).
Insya Allah, setidaknya pekan depan saya akan pulang, bersimpuh sejenak di depan ibu untuk kembali menunjukkan rasa bakti saya kepada beliau. Seorang ibu yang telah melahirkan saya dengan segenap rasa tulusnya sehingga saya bisa lahir di dunia ini. Seorang ibu yang menunjukkan saya kepada jalan keimanan, dimana banyak orang yang tersesat karena fatamorgana kehidupan dunia. Seorang ibu yang merawat saya ketika saya sakit, ditengah banyaknya anak terlantar yang tak bisa lagi merasakan hangatnya belaian seorang ibu karena sudah tak lagi memilikinya. Seorang ibu yang senantiasa mengingatkan saya untuk makan, dimana banyak anak kecil berderet di pinggir jalan menengadahkan tangan hanya sekedar untuk makan karena tak ada lagi orang yang menyuapinya dengan kelembutan hati dan kasih sayang. Terutama, seorang ibu yang akan mengantarkan saya ke surga, dimana bakti seorang anak kepada orang tuanya adalah syari’at yang ketiga setelah Allah dan rasul-Nya.
Izinkanlah Allah saya untuk bersimpuh sejenak, menyusuri waktu dengan panjatan doa saya kepadanya. Kuatkan hati dan iman beliau, naungi beliau dengan cahaya iman-Mu, serta berilah kesempatan waktu kepada beliau untuk menyaksikan bentuk bakti anak-anaknya yang saat ini masih belajar tentang kehidupan. Tak ada lagi harta yang paling berharga bagi orang tua selain menyaksikan anak-anaknya menjadi anak yang salih dimana Allah tujuannya, rasul teladannya, dan Qur’an pemimpinnya. Niscaya itulah yang mengangkatnya kelak di hari perhitungan sebagai prestasi yang akan menyandingkannya dengan para sahabat yang sarat prestasi di tengah peradaban yang mulia ini. Ibu, terima kasih engkau telah mengantarkan saya di jalan yang mulia ini. Semoga kerinduanmu berbalas surga-Nya kelak. Amin.
Mari kita tengok ibu, orang tua kita, selagi beliau masih bisa menyambut kita di depan pintu rumah dengan senyum kasihnya yang mengembang. Faghfirli yaa Allah...

posted by ENDONISEA @ 08:50,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home