“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Menanam benih kepemimpinan

Dalam sebuah training kepemimpinan, saya pernah ditanya oleh seorang peserta diskusi tentang apa yang menjadi hakikat potensi kepemimpinan. Sebelum menjawabnya, terlebih dahulu saat itu saya mencoba meng-explore pemahaman peserta tersebut terkait dengan pertanyaan yang dia ajukan. Ternyata, jawabannya tak jauh dari yang saya perkirakan sebelumnya, yaitu berada pada kisaran pemimpin yang memiliki kemampuan berkomunikasi, kemampuan menggerakkan massa, dan sebagainya. Maka, ketika saya sodorkan jawaban saya terkait dengan potensi kepemimpinan, versi saya tentunya, ada sebuah resistensi yang dia ajukan. Saat itu saya katakan bahwa hanya ada satu hal yang menjadi potensi kepemimpinan kita, yaitu kesempatan hidup kita.
Bahwa potensi dari segala potensi yang kita miliki adalah waktu dimana kita masih diberikan kesempatan untuk hidup, sehingga ketika kita memahami hakikat kesempatan bagi kita untuk hidup, maka kemudian bagaimana usaha kita untuk mengisi kesempatan hidup kita dengan kehidupan. Tidak setiap orang hidup memiliki kehidupan. Banyak diantara mereka yang ternyata tak mampu memahami hidup untuk kemudian waktu hidup mereka hanya diisi dengan rutinitas yang tak lebih dari sekedar penyambung antara kelahiran dan kematian. Tidak ada sejarah yang terukir sedikitpun dalam hidup yang dia miliki, sehingga kutukan demi kutukan keluar sebagai sarana umpatan atas hidupnya yang tiada arti.
Kembali kepada wacana kepemimpinan. Kita memahami bahwa setiap manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin. Namun, tidak semua manusia yang mampu memahami hakikat kepemimpinan. Saat ini, publik menilai bahwa wacana kepemimpinan tak lebih dari sekedar lingkaran kekuasaan dan jabatan. Kepemimpinan hanya sebuah status, bukan amanah fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia yang lahir di dunia ini. Sehingga, kalaupun muncul para pemimpin dari teori kepemimpinan untuk kekuasaan, maka yang terbentuk tak lebih dari sekedar pemimpin oposan dan hipokrit. Mereka tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Yang mereka miliki hanyalah kekuasaan, sehingga yang terjadi adalah munculnya pemimpin yang cacat moral. Dalam hal ini, kepemimpinan bukanlah jiwa pelayanan, melainkan nafsu keserakahan untuk menguasai dan merusak tatanan.
Menurut saya, kepemimpinan bukanlah diciptakan dengan serta merta, melainkan diproseskan sedari awal. Kepemimpinan bukanlah sekedar konteks kursi dan kekuasaan, lebih dari sekedar itu, kepemimpinan adalah jiwa yang seharusnya bersemayam dalam nurani sehingga melahirkan manusia-manusia yang siap mengusung beban. Oleh karena itu menurut saya, bukanlah hal yang tepat ketika kita hanya sekedar mempelajari teori kepemimpinan untuk selanjutnya kita implant­-kan teori-teori tersebut dalam diri kita. Seyogyanya jiwa kepemimpinan kita munculkan dari diri kita sendiri. Biarlah jiwa kepemimpinan tersebut muncul dari benih-benih yang kita tanam, sehingga selanjutnya akan memiliki akar-akar kuat yang menancap untuk menopang tegak pohon kepemimpinan kita. Layaknya sebuah pohon yang tak pernah lepas dari hama dan pengganggu, kepemimpinan pun juga tak lepas dari gangguan yang berwujud hambatan dan tantangan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pohon kepemimpinan yang kokoh, biarkanlah pohon kepemimpinan kita mengenal hambatan serta tantangan-tantangan tersebut. Jangan terlalu mem-protect pohon kepemimpinan kita dari segala macam tantangan dan tribulasi kepemimpinan. Justru dengan adanya tantangan dan tribulasi tersebut, pohon kepemimpinan kita akan semakin kokoh. Namun hal itu bukan berarti menjadi legitimasi bagi kita untuk membiarkan begitu saja pohon kepemimpinan tersebut tumbuh dengan sendirinya. Untuk mendapatkan pohon kepemimpinan yang kuat dan kokoh, maka sudah selayaknya kita melakukan penjagaan terhadap pohon kepemimpinan yang dengan nilai moral dan nurani kepemimpinan, layaknya pupuk serta anti-hama yang mampu melindungi serta menjaga pohon kepemimpinan untuk tumbuh kokoh, mampu mengenal lingkungan, serta tahan uji terhadap segala serangan.
Oleh karena itu, selayaknya kita tidak membeli pohon kepemimpinan dari orang lain. Cukuplah kita membeli bijinya untuk kita semai, dan rawat sampai besar, kemudian itulah pohon kepemimpinan yang akan menjadi belahan jiwa kita sampai masa ujian kepemimpinan kita habis seiring dengan menutupnya kedua mata kita untuk selama-lamanya.

posted by ENDONISEA @ 08:55,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home