“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Pembelajaran sejarah yang salah

Masih ingat di benak saya, bagaimana para guru saya menerangkan tentang peristiwa runtutan sejarah bangsa kita yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan. Lebih dari 8 tahun kiranya, saya diminta oleh mereka untuk mempelajari sejarah perjuangan dan pendirian bangsa yang kemudian hasil pembelajaran itu adalah terhafalnya angka 17 Agustus 1945 di benak saya, bahwa saat itulah republik ini berdiri, serta banyaknya nama pahlawan yang saya kenal sehingga cukup memudahkan saya untuk menghafal nama-nama jalan yang didominasi oleh nama para pahlawan kita. Ya.. para generasi kita saat ini tak lebih menjadikan mereka sekedar sebagai simbol belaka, salah satunya adalah sebagai nama-nama jalan.
Menurut saya, belajar sejarah adalah sebuah keharusan, mengingat dari belajar sejarahlah kita akan mengerti hakikat didirikannya bangsa kita. Dari sejarah tersebut, kita setidaknya juga mampu menyingkap fakta yang terpendam di setiap balik kejadian yang setidaknya mampu menjadi refleksi bagi kita tentang bagaimana upaya kita untuk membangun bangsa ini kedepan yang sepertinya semakin hari kondisinya semakin tidak menguntungkan saja. Namun realitanya, hakikat pembelajaran kita terkait dengan sejarah bangsa dan peradaban tersebut ternyata tak lebih dari sekedar mengetahui bagaimana hiruk-pikuknya perjuangan serta runtutan berbagai fakta kejadian dalam rangka terbentuknya komunitas-komunitas manusia yang menghuni bangsa serta bumi ini. Pembelajaran sejarah bagi bangsa kita tak lebih dari sekedar konsumsi untuk menaikkan kelas bagi para pelajar, serta pemberian predikat cinta tanah air bagi mereka yang mempelajarinya. Kita tidak pernah dididik untuk menciptakan sejarah-sejarah baru dalam kehidupan bangsa ini. Sehingga, jikalau kita masih menganggap sejarah hanya untuk dipelajari, maka kemudian kemungkinan yang akan terjadi adalah terhapusnya peran generasi kita dari lembar sejarah peradaban umat manusia ini. Keberadaan sejarah bukanlah untuk sekedar dipelajari dan dihafalkan. Melainkan sebagai sebuah pijakan serta energi bagi kita untuk mampu membuat sejarah baru sebagai suatu langkah peristiwa penyusunan peradaban yang berkesinambungan. Untuk itulah menurut saya, salah satu penyebab masih terpuruknya bangsa kita adalah masih belum adanya semangat bagi kita untuk menciptakan peran-peran sejarah baru. Kita masih terlalu malu untuk bisa melampaui prestasi sejarah para pendiri republik ini yang pada kenyataannya dikenang atau tidaknya jasa mereka toh juga tidak akan mampu menjadi jaminan bagi mereka untuk masuk surga. Bukan saatnya lagi bagi kita untuk mengatakan, “Merekalah bapak kita yang mendirikan bangsa ini”. Tetapi, sekarang adalah saatnya kita untuk berbagi peran dan kemudian kita katakan pada mereka, “Kamilah pahlawan-pahlawan baru yang senantiasa akan membuat perubahan”. Bagi kita, kemungkinan-kemungkinan diatas sangatlah terbuka lebar. Namun sayang, kemungkinan tersebut serasa sempit dan kecil karena kita tidak pernah mau menyadari dan mau memulai bahwa saatnya bagi kitalah yang menciptakan serta menulis sejarah-sejarah peradaban ini. Bagaimana peran-peran kita nantinya mampu menjadi struktur pembangun sejarah peradaban manusia di muka bumi ini. Tidak ada pilihan bagi kita untuk turut serta atau tidak turut serta dalam usaha menyusun sejarah, karena saat ini kita sudah “terlanjur” hidup dan lahir di dunia. Maka kemudian, jika sampai saat ini kita masih menjadi golongan yang pasif terkait dengan wacana penyusunan sejarah perubahan bangsa ke arah yang lebih baik, maka tidak ada lagi kemuliaan atas hidup kita, atau dengan kata lain ada atau tidak adanya diri kita di dunia ini bukanlah sebuah perkara yang berarti. Bagaimana manusia mau menghormati kita ketika malaikat saja malu untuk mencatat amal serta peran-peran kita. Apabila hal itu yang terjadi, maka kemudian hidup kita sepertinya tak lebih dari sekedar santapan persiapan bagi belatung-belatung yang aneh lagi menjijikkan. Apakah hidup kita akan seperti keberadaan makhluk-makhluk aneh dan menjijikkan itu? Ditangan kitalah pilihan itu berada. Nafa’ni wa iyyakum.

posted by ENDONISEA @ 06:48,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home