“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Reshufle, image, dan performansi

Akhir-akhir ini, wacana reshufle kabinet SBY-JK semakin santer saja terdengar, baik melalui media cetak maupun elektronik. Sebenarnya, isu reshufle sudah mulai mengemuka sejak beberapa tahun lalu, ketika beberapa anggota kabinet SBY-JK tersandung ‘masalah’ yang dianggap sudah tidak bisa lagi ditolerir atau dengan kata lain bernilai fatal. Kita bisa lihat mulai dari tersangkutnya salah satu menteri terkait dengan kasus korupsi KPU, Hilton, ‘Kejahatan’ Lapindo, Haji lapar, mimpi buruk transportasi, hingga yang terbaru adalah aliran duit Tommy yang katanya melibatkan beberapa menteri.
Sebelum masuk ke wacana reshufle, ada satu hal yang menarik bagi saya terkait dengan kondisi Kabinet Indonesia Bersatu saat ini. Secara umum, saya melihat SBY sudah tidak mampu lagi memimpin gerbong kabinet yang tersusun dari berbagai unsur parpol (non-oposisi) dan profesional tersebut. Pola koordinasi yang terjadi di Kabinet Indonesia Bersatu tidak berjalan kompak dan lancar. Sangat terlihat masing-masing menteri berjalan sendiri-sendiri, dan miskin sinergisitas program. Ditambah lagi, sepertinya pengaruh partai politik lebih kuat dari pada pengaruh SBY yang notabene adalah komandan mereka. Apa buktinya? Saya kira sudah jelas, yaitu ketika beberapa menteri tersandung masalah (seperti yang saya sebutkan diatas) kemudian fatal, sehingga secara moral (tidak hanya sekedar yuridis formal) menteri tersebut layak untuk diganti. Namun apa yang terjadi? Ketika masing-masing parpol melakukan counter opinion, sepertinya isu pergantian pejabat menteri hanya sekedar penghias halaman depan koran saja. ‘Keperkasaan’ SBY ternyata secara tidak langsung telah dipecundangi oleh ‘elit-elit kotor’ parpol yang hanya sekedar berebut kursi kekuasaan. Sebenarnya apabila SBY masih memiliki nurani dan sadar akan hal itu, tidak akan ada yang namanya menunda reshufle kabinet. Saat ini, saya masih melihat adanya ketakutan SBY terkait dengan eksistensi image yang sudah dibangunnya. Ironisnya lagi, ternyata ketakutan tersebut mengalahkan tekadnya untuk berkhidmat kepada rakyat. Sepertinya, yang bersangkutan takut apabila kehilangan pendukung (elit parpol) yang memungkinkan untuk menarik kepercayaan terhadapnya. Kalaupun SBY masih memiliki nurani sehat, saya kira ketakutan tersebut tidak perlu ada, apalagi di negara kita undang-undang telah ‘menjamin keamanan’ kursi kekuasaan sang presiden dengan ditutupnya jalan impeachment presiden oleh legislatif. Lantas apa yang menghalangi SBY untuk me-reshufle kabinetnya?
Masa pemerintahan SBY-JK sudah memasuki lebih dari paruh kedua tahun kepemimpinan. Artinya, 2 tahun lagi SBY-JK akan meletakkan jabatannya. Namun kembali ke wacana reshufle. Kenapa reshufle baru akan direalisasikan sekarang padahal masalah yang muncul terkait dengan kinerja menteri sudah menggejala sedari awal? Saya melihat wacana reshufle kali ini layaknya nasi basi, artinya sudah terlambat. Wacana reshufle yang dilontarkan saat ini tak lebih dari sekedar penyelamatan image saja. Selain itu, jika melihat kalkulasi politik, isu reshufle saat ini tak lebih dari strategi SBY terkait dengan pemilihan presiden 2009. Saya masih melihat manuver SBY untuk ikut kembali dalam bursa rivalitas presiden di tahun 2009 mendatang. Jadi, sekiranya reshufle saat ini dititikberatkan pada perbaikan kinerja kabinet, maka saya kira kurang tepat. Kalaupun ingin memperbaiki kabinet, ya seharusnya sejak dari dulu SBY mengganti menteri-menterinya yang bermasalah. Terlalu lama SBY menggadaikan hajat hidup rakyat selama 3 tahun dengan wacana evaluasi kinerja menteri yang ternyata juga tidak ada signifikansi kerja. Memang menjadi menteri itu berat. Jika kemudian wacana tersebut yang muncul dari mulut para menteri ketika ditanyakan terkait dengan kinerja mereka, maka saya kira, jika tidak mampu lagi jadi menteri, ya tidak perlu dipaksakan lagi, alias silakan mundur saja.
Sebagai sebuah solusi praktis, menurut hemat saya, reshufle kabinet mungkin saat ini tetap menjadi pilihan yang terpaksa, alias tidak ada pilihan selain reshufle kabinet. Tetapi saya masih melihat, jika kemudian struktur kabinet baru yang akan terbentuk nantinya ternyata hanya sebagai wahana bancakan roti kekuasaan, maka saya tidak menaruh optimisme terkait dengan perbaikan kinerja Kabinet Indonesia Bersatu mendatang. Seharusnya SBY phobia dengan menteri-menteri parpol yang ternyata lebih manut kepada parpolnya masing-masing daripada kepada dirinya. Untuk itu hemat saya sekali lagi, jika SBY lebih memilih menyelamatkan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan kekuasaannya, maka saya kira lebih tepat jika kursi-kursi para menteri itu diberikan kepada orang yang lebih profesional daripada sekedar memberikan kursi itu kepada parpol yang ternyata memecah ‘peta kekuasaan’ kabinet. Saya kira, SBY-JK cukup dewasa untuk menyikapi permasalahan tersebut untuk kemudian mengambil tindakan yang spesifik dan sistemik. Tetapi, itu hanya sekedar perkiraan saya saja, masalah benar atau tidaknya kita lihat nanti.

Wallahu’alam.

posted by ENDONISEA @ 07:46,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home