“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Pilkada langsung, saatnya mengembalikan demokrasi milik rakyat

Riuh renyah musim di negara kita tereposisi sudah, dimana musim kemarau tak lagi bisa ditebak demikian pula musim penghujan yang menghijaukan tanaman dan sawah ladang. Bagi sekalangan masyarakat, musim pesta demokrasi sepertinya telah sedemikian jauh menyihir mereka sehingga hijau sawah telah mulai tergeser dengan kemeriahan pesta demokrasi Pilkada langsung sebagai titik balik kembalinya demokrasi milik rakyat. Seperti itulah kiranya kondisi demokrasi di negeri kita yang boleh dikatakan memasuki imperium baru, dimana keagungan demokrasi mulai dirasakan kembali oleh rakyat yang setelah sekian lama ditipu serta dijejali oleh kekuasaan rezim yang tiran.

Meskipun demikian, kemeriahan demokrasi tidak seluruhnya dirasakan oleh rakyat yang notabene sebagai ‘pemilik’ demokrasi. Tak jarang demokrasi versi Pilkada langsung berujung dengan konflik lokal, yang tak hanya berdasar pada kepentingan politik, namun juga sudah merambah pada ranah ideologi, bahkan rasial. Sebutlah beberapa pesta pilkada langsung di beberapa wilayah yang harus diwarnai dengan kerusuhan, seperti pemilihan Bupati/Wakil Bupati Musirawas, Sumatera Selatan; pemilihan Bupati/Wakil Bupati Kaur yang juga di wilayah Propinsi Sumatera Selatan; serta tak kalah menariknya kontroversi sengketa hasil suara Pilkada Kota Depok yang sempat menuai perhatian dari berbagai kalangan. Menunjuk pada realita itulah setidaknya dapat diambil kesimpulan bahwa Pilkada langsung ternyata tak hanya mampu mengubah peta politik lokal, namun juga mampu mengubah tatanan masyarakat lokal. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya setidaknya dibutuhkan persiapan serta perhatian yang cukup serius karena Pilkada langsung membutuhkan biaya yang tidak sedikit alias mahal serta rawan konflik seperti yang terjadi di beberapa momentum Pilkada langsung yang ‘harus’ ditutup dengan sederet permasalahan tersebut.

Perlunya persiapan yang jelas dan transparan.
Setidaknya ada tiga komponen utama yang terlibat langsung dalam menyukseskan agenda pesta demokrasi lokal yang saat ini menjadi trend demokrasi di negara kita. Ketiga komponen tersebut meliputi calon kepala/wakil kepala daerah, regulator (KPU dan Panwas), serta masyarakat. Pelaksanaan Pilkada langsung yang carut-marut dapat dipastikan akan menimbulkan silang-sengketa antara para pelaku utama tersebut. Setidaknya dari beberapa kasus Pilkada langsung di berbagai daerah mampu memberikan pelajaran bahwa ternyata dibutuhkan persiapan yang matang untuk menyelenggarakan sebuah hajatan demokrasi rakyat tersebut. Keteledoran atau bahkan kesengajaan untuk mencederai proses dalam persiapan pelaksanaan Pilkada langsung akan berbuah fatal karena hal tersebut akan sangat bersinggungan dengan hak masing-masing pelaku Pilkada langsung. Ketidakcermatan atau bahkan sabotase pelaksanaan Pilkada langsung tersebut biasanya terjadi pada wilayah validitas data peserta pemilih, ambivalensi pemberlakuan regulasi, serta politik culas yang dimainkan oleh elit peserta Pilkada langsung. Hampir dapat dipastikan bahwa sederet konflik yang terjadi selama atau bahkan pasca-pilkada setidaknya terjadi akibat adanya salah satu atau sebagian dari ketiga faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk menghasilkan sebuah agenda Pilkada langsung yang benar-benar demokratis serta tidak diwarnai oleh kekerasan politik yang seringkali termanifestasi menjadi kerusuhan fisik, perlu kiranya setiap komponen yang terlibat langsung dalam agenda Pilkada untuk menjauhi berbagai macam faktor yang dimungkinkan mampu mencederai proses pelaksanaan Pilkada langsung.

Pilkada langsung sebagai wacana pendidikan politik masyarakat.
Lebih dari tiga puluh tahun masyarakat kita dikebiri hak-hak politiknya. Oleh sebab itu, saat inilah momentum yang sangat tepat untuk ‘membayar hutang’ hak politik masyarakat dengan cara memberikan ruang bagi masyarakat untuk menikmati atmosfir demokrasi yang telah sekian lama diliputi oleh awan gelap. Namun, konteks ‘membayar hutang’ hak politik tersebut bukan berarti membuka kran demokrasi yang sebebas-bebasnya, akan tetapi lebih berwujud dalam usaha mengarahkan masyarakat untuk memahami serta memaknai demokrasi dalam aplikasi riil di lingkungan kehidupan sosial politiknya sebagai sebuah komunitas masyarakat dan bangsa. Maka dari itu, pemberlakuan kebebasan berpolitik yang erat kaitannya dengan hak politik, sudah selayaknya membutuhkan arahan yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah tatanan demokrasi yang harmonis, dimana ekspektasinya tak lain terwujudnya cita-cita bersama.
Untuk mencapai semua tersebut, sekiranya perlu dipahami bahwasanya Pilkada langsung yang notabene sebagai pintu gerbang terwujudnya tatanan kehidupan suatu bangsa, dibutuhkan suatu komitmen bersama bahwa Pilkada langsung adalah momentum yang sangat strategis untuk memberikan pendidikan serta pemahaman politik kepada masyarakat. Kalaulah era sebelum Pilkada langsung dikenal dengan masa suram demokrasi, dimana rakyat senantiasa dieksploitasi oleh sekalangan elit golongan untuk kepentingan politiknya, maka saatnya era Pilkada langsung masyarakat diberikan pemahaman yang benar terkait dengan apa yang harus mereka perankan atas hak politiknya. Sesuai dengan makna demokrasi, bahwasanya rakyat yang memegang kendali utama untuk menentukan nasibnya, maka tak salah jikalau dalam Pilkada langsung rakyat juga diberikan haknya untuk menentukan pilihan nasibnya. Pilkada langsung merupakan representasi dari pintu awal masyarakat untuk menentukan masa depannya yang ditandai dengan pemilihan pemimpin mereka secara langsung dan (seharusnya) demokratis. Walaupun masyarakat yang menentukan kendali, bukan berarti masyarakat dilepas begitu saja untuk menggunakan hak politiknya, namun dibutuhkan penciptaan suasana yang kondusif untuk pelaksanaan pesta demokrasi tersebut yang membutuhkan peran dari berbagai pihak, sehingga terpilih pemimpin yang benar-benar sesuai dengan aspirasi masyarakat untuk membawa mereka menuju kehidupan yang lebih baik, dan tentunya ditempuh melalui sebuah proses Pilkada langsung yang bersih serta demokratis.

Waspadai beruang ditengah keramaian ternak.
Meskipun dibutuhkan peran dari berbagai pihak, bukan berarti hal tersebut akan menjamin kelancaran pelaksanaan pesta demokrasi. Bahkan di berbagai Pilkada langsung yang telah dilaksanakan, ternyata ditemukan oknum-oknum yang sengaja bermain dengan menciptakan kondisi yang tidak nyaman yang bertujuan untuk mendapatkan kepentingan golongan mereka masing-masing. Bahkan sangat dimungkinkan, permainan tersebut dilancarkan secara terstruktur dan terencana yang tidak hanya melibatkan orang per orang saja, melainkan juga seperangkat strategi kotor yang menginfiltrasi kedalam berbagai macam aturan yang seharusnya memberikan jaminan keadilan bagi pelaku pesta demokrasi, khususnya bagi masyarakat. Jika kondisi tersebut terjadi, maka bukanlah sesuatu yang mustahil jika akhir dari sebuah agenda Pilkada langsung harus dibayar mahal dengan dramatika konflik yang sesungguhnya bisa dihindari, apalagi untuk sebuah Pilkada langsung yang ciri utamanya memiliki cakupan wilayah lokal serta tingginya dinamisasi manuver politik antar-peserta Pilkada langsung. Imbas dari dramatika konflik tersebut tak lain mendudukkan masyarakat sebagai korban, dimana awalnya bermula dari fanatisme pilihan politik yang kemudian bergeser menjadi gesekan nilai serta norma sosial yang seharusnya terangkum dalam ikatan persaudaraan. Akhirnya, kerugian politik terdiversifikasi kedalam kerugian ekonomi, budaya, serta harmonisme tata kehidupan sosial yang sebelumnya telah terbangun.

Wilayah antisipasi serta strateginya.
Arogansi politik yang merasuki pesta demokrasi lokal tersebut akan berbuah fatal jika dibiarkan serta tidak diantisipasi secara serius. Sudah seharusnya para pelaku kejahatan politik beserta para kompradornya tidak diberikan kesempatan sedikitpun untuk melancarkan aksinya. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran yang mendalam para pelaku Pilkada langsung utamanya masyarakat yang dapat ditempuh dengan pemberian pemahaman kepada mereka arti penting dari Pilkada langsung. Memang bukanlah sebuah perkara yang mudah untuk memberikan pengertian tentang hakikat Pilkada langsung ditengah kondisi masyarakat yang sedang dililit oleh multi-masalah, baik ekonomi, politik, maupun sosial. Namun setidaknya saat inilah kesempatan untuk memulai langkah panjang tersebut guna mewujudkan kondisi yang lebih baik dari yang ada saat ini.
Penanaman pemahaman yang utuh kepada masyarakat tentang arti pentingnya Pilkada langsung sepertinya juga harus diparalelkan dengan dibukanya sistem demokrasi setelah sekian lama terkungkung dan tertutup rapat tersebut. Oleh karena itu, kehadiran pihak-pihak yang secara umum berkeinginan untuk membantu pelaksanaan pilkada yang demokratis sudah seharusnya disambut dengan tangan terbuka. Munculnya berbagai komponen masyarakat yang peduli dengan agenda Pilkada langsung sudah selayaknya mendapat apresiasi (utamanya dari para pelaku agenda demokrasi) sebagai mitra pelaksanaan pesta demokrasi lokal yang biasanya sarat dengan kepentingan. Setidaknya, kehadiran mereka diharapkan mampu mengkondisikan atau bahkan meminimalisir segala macam usaha yang bertujuan untuk mencederai proses pelaksanaan Pilkada langsung. Aneksasi oknum preman politik setidaknya bisa diimbangi dengan kehadiran mereka, sehingga legitimasi kekuasaan yang sebelumnya ditopang dengan politik uang dan politik preman tak lagi terjadi di era baru kehidupan demokrasi bangsa kita.
Saatnya mengembalikan demokrasi kepada rakyat selaku pewaris sah demokrasi yang telah sekian lama hilang. Merdeka !!!

[*] Kampanye media untuk persiapan Pilkada Bersih Kota Cimahi 2007.
** Mantan Presiden Mahasiswa BEM KBM STT Telkom Bandung, Sekjen Gerakan Pemuda Pro-Reformasi (GRADASI).

posted by ENDONISEA @ 12:04,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home