“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air..” -Hasan al Banna-



Mahasiswa Tolak Ajakan Ketua Komisi A

Mahasiswa Tolak Ajakan Ketua Komisi A

Sedikitnya 50 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Kabupaten Bandung dan Jaringan Mahasiswa untuk Pilkada Bersih berunjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bandung, Kamis (25/8). Mereka menuntut DPRD bersikap netral dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Bandung Oktober mendatang. Para mahasiswa ini menolak ajakan Ketua Komisi A, Rudy Atmanto, masuk gedung DPRD. Mereka meminta Ketua DPRD Agus Yasmin keluar dan berdialog. Seusai itu, para pengunjuk rasa berjalan menuju rumah Dinas Bupati Kabupaten Bandung Obar Sobarna. (d07)

Kompas, Jumat, 26 Agustus 2005


selengkapnya...

posted by ENDONISEA @ 00:10, ,




Ratusan Mahasiswa "Kepung" Presiden SBY

Ratusan Mahasiswa "Kepung" Presiden SBY
Tuntut Revolusi Berantas Korupsi

Rabu 13 Juli 2005, Jam: 6:45:5

BANDUNG (Pos Kota) - Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi dan kampus di Bandung, Selasa (12/7) mengepung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menghadiri peringatan ke-58 Hari Koperasi di halaman Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Bandung.

Mahasiswa yang datang dari delapan penjuru angin itu, dengan berani langsung mencegat presiden yang tengah berjalan menuju Lapangan Gasibu untuk meninjau pelaksanaan Bazar Koperasi. Para mahasiswa tersebut langsung menyerahkan surat terbuka dan dengan sedikit terperangah akhirnya presiden menerima.

Petugas keamanan tidak menyadari bakal terjadi peristiwa tersebut terlihat kalang kabut mengamankan Kepala Negara dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Lapangan Gasibu.

Dalam surat terbuka setebal 4 halaman yang diserahkan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad Indra Kusumah dan Tri Wahyu Presiden BEM STT Telkom para mahasiswa menuntut agar Presiden SBY menegakkan demokrasi tanpa pandang bulu berani meberantas korupsi sampai akar-akarnya dan dengan tegas menegakkan hukum.

Di samping itu juga memperhatikan dunia pendidikan dan memberantas tuntas berbagai penyakit masyarakat, seperti perjudian dan narkoba. Memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Menurut para mahasiswa demokrasi yang dibangun mahasiswa melalui reformasi tujuh tahun lalu, dengan keringat, air mata, darah, bahkan nyawa, saat ini mati suri. Sementara korupsi semakin menjadi-jadi, berbagai kasus korupsi besar yang dibongkar terkesan hanya formalitas dan ternyata tidak sedikit koruptor yang justru dibebaskan.

Dunia pendidikan masih memalukan dam memilukan. Berdasarkan hasil riset lembaga swadaya masyarakat internasional, hasil pendidikan di Indonesia mendapat nilai E.

Para mahasiswa menuntut agar Presiden SBY melakukan revolusi pemberantasan korupsi, merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN, menyelesaikan busung lapar dan memberantas penyakit masyarakat.

Menanggapi surat terbuka dan tuntutan tersebut, Presiden SBY dalam sambutannya saat meresmikan penggunaan Jalan dan Jembatan Layang Pasteur - Cikapayang dan Surapati (Pasupati) mengatakan dirinya akan memperhatikan aspirasi, masukkan dan kritik dari mahasiswa tersebut. Menurut SBY, surat terbuka tersebut sangat bagus, dan membuat dirinya semakin tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat.

Dalam pidato sambutannya SBY juga menjawab kekhawatiran masyarakat tentang terbitnya Perpres No. 36 tahun 2005, mengenai tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Menurut Kepala Negara, dirinya tidak punya niat menyengsarakan rakyat dan menguntungkan investor.


selengkapnya...

posted by ENDONISEA @ 00:05, ,




Ketua STT Bukanlah Sekedar Prestise

Ketua STT Bukanlah Sekedar Prestise
TW Yunianto*

Mengamati perguliran pertarungan antar-kandidat dalam presentasi visi misi yang diselenggarakan oleh panitia pemilihan beberapa waktu kemarin, ada sebuah pertanyaan konyol yang masih terpendam dalam diri saya. Sebenarnya, apa sih motivasi beliau – beliau untuk meraih STT-1 ? Sepertinya pertanyaan tersebut cukup esensial. Mengingat adanya beberapa pernyataan beberapa calon yang cukup futuristik dan imajinatif, dimana menurut hemat saya pribadi, hal itu tidak akan terealisir dalam 3 atau 4 tahun ke depan mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh kampus ini.
Dalam sebuah dialog angkringan, saya dan teman saya sepertinya masyuk asyik dalam sebuah percengkeramaan tentang sebuah ketua yang ideal. Sosok bapak yang kita dambakan, yang mampu memberikan atmosfer perubahan dalam segala aspek kehidupan yang ada di kampus ini. Romantisme masa lalu yang kembali mengingatkan memori kita tentang bagaimana kampus ini memiliki sebuah reputasi yang cukup diakui namun sekarang terpuruk dalam sebuah nama besar. Selain itu, beberapa cita – cita yang dilukiskan oleh para arsitek kampus yang saat ini tinggal angan – angan. Sebut saja sebuah keinginan membuat kampus STT sebagai pusat unggulan IT di negeri ini sepertinya kita harus menerapkan konsep CTRL-ALT-DEL.
Berbagai kebijakan Ketua dahulu (incumbent) yang dinilai tidak populis, menjadikan berbagai kalangan menilai tentang sebuah urgensivitas akan sosok seorang Ketua itu sendiri. Bahkan dalam momen presentasi visi misi kemarin sempat ada salah seorang pejabat kampus yang mengatakan sebuah pernyataan yang cukup sesuai dengan realitas, dimana beliau mengatakan bahwa kampus ini dapat berjalan walaupun tanpa dipimpin oleh seorang Ketua. Melihat dari pernyataan tersebut, maka menurut penilaian saya, hal itu akan kembali kepada sejauh mana loyalitas dan integritas serta keseriusan Sang Ketua STT dalam membangun sebuah tata pemerintahan yang mampu mengayomi seluruh pihak serta mampu membawa arah kampus ini sesuai dengan slogan yang selama ini kita kenal yaitu center of excellence. Hal itu akan menjadi omong kosong belaka ketika kita masih memiliki sosok Ketua yang hanya diam, tidak mau melihat kondisi lapangan serta lemah dalam analisa kebijakan. Seperti pada tulisan saya yang pertama bahwa Ketua STT bukanlah boneka, apalagi sebuah pajangan sebagai simbol normatif saja. Ketua STT tidak digaji hanya untuk datang, duduk diam dan tanda tangan saja, serta ketemu mahasiswa hanya saat wisuda, dan itupun satu kata yang keluar dari mulutnya “SELAMAT” (kalau mau…).
Dalam sebuah retorika mengatakan, kalau merasa tak mampu, ya mundur saja. Selain itu saya mencoba mengembalikan permasalahan tersebut sebagai pengantar dalam berlogika mampu atau tidak mampu. Atau bahkan kalau perlu-pun, senat kemarin bisa menanyakan tentang kesanggupan bekerja. Kalau ragu – ragu ya apa boleh buat, just kick from rivality.
Kontekstual persaingan memperebutkan kursi STT-1 sebenarnya tidak lebih dari sebuah prestise, kalau boleh saya katakan. Mengapa ? Karena di sana yang ada adalah sebuah kedudukan yang amat strategis jika kita melihat dari kaca mata kompetensi keilmuan kampus kita. Kalau boleh dibilang, STT merupakan kampus IT terbesar di negeri ini (karena yang lain masih umum). Selain itu, STT memiliki tempat istimewa di hati salah satu perusahaan telekomunikasi yang ada, PT. Telkom. Sehingga, mau atau tidak mau, kemungkinan besar posisi STT-1 pun nantinya juga akan sarat dengan conflict of interest. Sehingga salah satu tolok ukur bagi kepiawaian Sang Ketua nantinya adalah bagaimana mempertemukan kepentingan warga kampus dengan sosok pemilik, yakni perusahaan. Hal itu terlepas dari sistem regulasi pendidikan tinggi saat ini.
Kita tidak boleh memungkiri bahwa kondisi kita (mahasiswa) saat ini seringkali dianggap oleh sebagian kalangan birokrat kampus sebagai objek kebijakan. Sehingga kebijakan yang ada adalah pengajaran oriented, dan produk yang muncul-pun tak lebih dari sekedar manusia – manusia instan.
Terkait dengan hal itu, maka saya mencoba menghubungkan antara beberapa visi misi dengan permasalahan di atas. Ketika menyimak beberapa presentasi calon Ketua, saya terkesima luar biasa. Dalam benak saya, semua yang beliau – beliau sampaikan adalah sebuah langkah panjang yang sarat dengan perjuangan. Mengembalikan izzah (kehormatan-pen) kampus ini memang tidak mudah. Seperti di awal saya katakan, penyakit yang diderita kampus ini sudah cukup kompleks. Kita bisa melihat bagaimana terbengkalainya master plan kampus, kebijakan yang dinilai menguntungkan sepihak, dan kekecewaan yang sering dilontarkan mahasiswa, adalah sebagian dari permasalahan yang ada. Memang tidak ada dosa warisan, namun sepertinya Sang Ketua baru nantinya akan mendapat penyakit warisan, dimana hal itu akan sangat menentukan kepercayaan warga kampus terhadapnya. Sekarang kita bisa berlogika, apakah kita mau jika kampus ini hanya dipimpin oleh seorang nakhoda pesanan saja. Kiri manut, kanan manut ? Saya kira, posisi Ketua STT nanti adalah sebuah ajang berkreasi, menumbuhkan semangat untuk perbaikan. Dalam tataran global kita bisa mengangkat wacana kebijakan internal maupun eksternal. Internal ketika Sang Ketua mampu memberikan sebuah perasaan nyaman serta rasa memiliki dari segenaap warga kampus, serta eksternal ketika Sang Ketua mampu membangun citra STT sebagai center of IT, center of excellence. Kita harus membuktikan bahwa citra STT sudah tidak zamannya lagi untuk bergantung pada sebuah kata Telkom. Namun, pembuktian jati diri bahwa kita bisa adalah sebuah keniscayaan ketika Sang Ketua nantinya mampu memberikan solusi – solusi konkret dalam membawa kemudi pemerintahan kampus yang aspiratif dan visioner.
Akhir kata saya ucapkan selamat kepada ketiga bakal calon, yaitu Prof. Adang Suwandi, DR. Arifin Nugroho, dan Husni Amani MBA. Hanya satu kata untuk menutup, bahwa jika merasa tidak mampu, mundur saja…..
Semoga Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menunjukkan seorang pemimpin yang amanah, bukan seorang pemimpin yang lemah….
Salam Mahasiswa…


selengkapnya...

posted by ENDONISEA @ 17:11, ,




Mahasiswa Bertopeng

Mahasiswa Bertopeng
TW Yunianto®

Rekan – rekan mahasiswa, rekan – rekan seperjuangan…
Salam Mahasiswa….
Kampus adalah gerbang utama, lokomotif perubahan sosial. Dari zaman ke zaman, membuktikan bahwa perubahan sosial sebagai cermin dari perubahan bangsa bermula dari masyarakat kampus. Masyarakat kampus yang nota bene memiliki tingkat intelektualitas tinggi, sampai saat ini masih diposisikan oleh publik sebagai masyarakat yang memiliki semangat perubahan dengan kekuatan moral sebagai motor pergerakannya. Ketika di sana – sini terjadi pergolakan atas perlawanan tirani kekuasaan, perjuangan yang bermodalkan nurani, menjadi sebuah kekuatan strategis mahasiswa dalam rangka membangun peradaban. Namun, peradaban baru yang sarat dengan pembaharuan dalam rangka melepaskan diri dari ketidakberdayaan, tidak akan tercapai jika sampai saat ini mahasiswa masih bingung dan arogan, sehingga potensi – potensi yang seharusnya dapat diberdayakan akan menjadi bisu, tuli seolah sebuah kerangka besi yang penuh dengan karat, lekang oleh kondisi.

Rekan – rekan mahasiswa, rekan – rekan seperjuangan…
Pemilu presiden mahasiswa, sepertinya masih menjadi misteri bagi kita semua. Akankah dengan sebuah momentum pemilu, kondisi kampus kita akan semakin dinamis ?!
Mahasiswa yang seharusnya identik dengan pengabdian, sekarang seolah – olah tertutupi oleh kehidupan glamor yang memberikan persepsi negatif terhadap dirinya sendiri. Akankah suara mahasiswa yang ‘dahulu’ sering disebut – sebut sebagai mesiu perubahan, sekarang masih mampu menunjukkan eksistensinya di medan perang ? Atau hanyakah sebuah benda purbakala yang bisu, seolah meratapi keberadaannya dalam kesendirian.
Ketika kampanye presiden-wakil presiden mahasiswa dalam rangka memaparkan langkah kerjanya dianggap sebagai sebuah tontonan, maka kita harus mempertanyakan paradigma kita akan konteks perubahan. Perubahan bukanlah sebuah tontonan saudaraku... Namun perubahan adalah sebuah proses yang panjang, yang memerlukan pola sinergi dari segala pihak, baik secara aktif maupun pasif.
Ketika saat ini kita merasa dalam kondisi merdeka, maka kita harus menyadari, bahwa mempertahankan kemerdekaan itu lebih berat dari pada merebutnya.
Ketika kemerdekaan kita dicabut, masih adakah suara lantang perjuangan.... ?!
Ketika kemerdekaan kita dicabut, masih adakah derap langkah perubahan.... ?!

Rekan – rekan mahasiswa, rekan – rekan seperjuangan…
Kita bukanlah seorang ‘pasien’ yang senantiasa sabar menunggu ‘dokter’ dalam kondisi penyakit yang menggerogoti ‘idealisme’ kita. Kita ibarat sebuah garam, barang yang sering dicampakkan dan dihargai dengan harga yang ‘sepantasnya’, namun memberikan peran yang amat-sangat menentukan.
Mau atau tidak mau kita untuk turut berpartisipasi, maka yang harus kita garis bawahi adalah kita mempunyai tanggung jawab terhadap eksistensi generasi yang akan datang.
Masa keemasan bukanlah masa kemenangan kita, namun masa dimana kita mampu melahirkan generasi – generasi yang tanggap dan sanggup membawa panji – panji perubahan....
Perubahan adalah pasti, kita tidak bisa mengingkari. Namun apakah kita akan ikut berperan didalamnya, atau hanya sebagai penonton yang duduk-diam-manis di tengah kondisi pemain yang berada di garis akhir pertahanan.....
Mahasiswa adalah motor pergerakan.....


selengkapnya...

posted by ENDONISEA @ 16:48, ,




Sebuah Otokritik Nurani

Presiden Mahasiswa
BEM-KBM STT Telkom

Sambutan Presiden Mahasiswa
BEM-KBM STT Telkom
2005 / 2006

Sebuah Otokritik Nurani

Bismillahirahmaanirrahiim...

Kepada mahasiswa, pemuda yang merindukan kejayaan...
Kepada mahasiswa, pemuda yang senantiasa menggoreskan tinta emas perjuangan...
Kepada rakyat yang kebingungan, kami persembahkan dedikasi ini....

Rekan – rekan mahasiswa, rekan – rekan seperjuangan....
Salam Mahasiswa....
Mahasiswa, sebuah makna yang tak pernah lepas dari kontekstual pergerakan. Waktu telah membuktikan, ketika sejarah menorehkan episode demi episode yang menggambarkan betapa heroiknya perjuangan para pemuda, khususnya mahasiswa, dalam rangka mengekspresikan idealismenya ketika melihat represivitas tirani dan kekuasaan yang tidak sesuai dengan nurani.

Rekan – rekan mahasiswa....
Kita dapat melihat bagaimana perjuangan rekan – rekan kita di Hungaria dengan peristiwa Petrofi-nya, dimana ditutup dengan sebuah pembantaian massal oleh Tentara Merah yang saat itu dijadikan ‘alat’ kekuasaan.
Kita dapat melihat keberhasilan Che Guevara dalam menggulingkan diktator Batista di ‘hot blood countries’ , Amerika Latin.
Dan beberapa tahun silam, sebuah peristiwa anak negeri yang mungkin masih teringat segar di mata dan pikiran kita, bagaimana pergerakan mahasiswa era ’98 mampu menggulingkan rezim Soeharto.
Rekan – rekan seperjuangan....
Sederet nama harum memberikan penanda, bahwa pergerakan mahasiswa senantiasa merepresentasikan aspirasi nurani, bertolak dari sebuah ketidak-kondusifan sosial. Ketika kekuasaan tirani mencoba menghempaskan nilai – nilai asasi, ketika sebuah kecarut-marutan terjadi dengan legal-nya, maka mahasiswa dan pemuda yang diidentikkan sebagai corong perubahan senantiasa menggerakkan kaki dan tangannya, melepaskan gembok – gembok mulut dan hatinya, dengan bermodalkan mesiu semangat perjuangan, maju ke medan perang, menyambut tabuhan genderang perang, demi mempersembahkan cita – cita luhurnya, bergerak bersama rakyat untuk sebuah perubahan menuju perbaikan.

Rekan – rekan mahasiwa, se-bangsa dan se-tanah air...
Saat ini kita ketahui bersama, bahwa peran mahasiswa sebagai oposisi konstruktif, balanced power atas kekuasaan politik negara, menjadi suatu hal yang tidak bisa di-nafik-kan begitu saja. Artinya, peran mahasiswa dalam segala bidang, baik sosial, politik, keprofesian, dan lain – lain, merupakan hal yang harus selalu kita garis bawahi.
Pemuda, khususnya mahasiswa, bukanlah waktunya lagi untuk acuh terhadap kondisi lingkungan. Kepedulian kita sebagai mahasiswa terhadap lingkungan kita (selain sebagai sebuah ke-fitrah-an kita sebagai manusia) merupakan suatu konsekuensi yang akan menentukan diri kita untuk bisa diterima dalam suatu komunitas sosial.
Kondisi yang ada saat ini adalah adanya suatu opini publik yang memberikan kesan eksklusivitas mahasiswa. Memang, mahasiswa adalah kaum intelek, sosial-demokrat, pengusung panji – panji moral dan nurani, namun semua itu hanyalah sebuah formalitas belaka ketika kita sebagai mahasiswa tidak mampu menunjukkan eksistensi kita kepada lingkungan kita. Mahasiswa tidak bisa berjalan tanpa masyarakat, dan begitu pula masyarakat, mereka membutuhkan mahasiswa sebagai sosok pemuda yang akan menjadi perisai atas sebuah babak baru perjuangan asasi.
Ketika kita sebagai mahasiswa belum mampu memahami akan eksistensi dan peran kita, maka akan begitu mudahnya pragmatisme – pragmatisme sosial untuk masuk ke dalam silogisme kita. Kita berharap bahwa kemurnian idealisme kita sebagai mahasiswa akan tetap terjaga dengan senantiasa mengasah ketajaman intuisi kita terhadap segala realitas sosial yang terjadi.

Rekan – rekan mahasiswa, rekan agen perubahan.....
Yang kita perlukan saat ini adalah kemauan dan kemampuan diri kita untuk mendeklarasikan status kita sebagai orang yang merdeka.
Orang merdeka yang senantiasa memikirkan masa depan bangsa.....
Orang merdeka yang senantiasa mengisi dirinya dengan pemikiran – pemikiran pembaharu....
Orang merdeka yang senantiasa bergerak bersama rakyat, berbekal nurani dan moral...
Mahasiswa bukanlah angin malam yang hanya berhembus sepoi dan sekali berlalu. Karakter mahasiswa bagaikan air, memberikan pelepas dahaga dalam relung jiwa bangsa. Mahasiswa memberikan pencerahan sosial, pendobrak semangat keterbangkitan umat untuk mampu mendedikasikan dirinya sebagai sang pemilik bangsa.
Yang kita perlukan saat ini adalah usaha nyata. Hidup tidak hanya sekedar untuk bermimpi saudaraku.... Namun, tanpa bermimpi, segala sesuatu yang tampak mustahil tidak akan pernah terjadi. Jadi, kita sebagai mahasiswa haruslah mampu mensinergikan cita - cita dan potensi kita. Kita sebagai mahasiswa harus mau merealisasikan mimpi indah kita.

Rekan – rekan mahasiswa, Sang Pewaris Peradaban....
Marilah kita mencoba untuk mempersembahkan yang terbaik dalam hidup kita. Diantara yang baik, pasti ada yang terbaik, dan yang terbaik adalah hak bagi kita selaku hamba untuk mendapatkannya.
Namun kita harus memahami bahwa :
Kemenangan hanyalah untuk orang yang berjuang....
Kemenangan merupakan buah dari kesungguhan....
Kemenangan terlahir dari usaha nyata...
Dan ketika kita ingin menjadi pahlawan, maka bukan saatnya lagi bagi kita untuk terlarut dalam mimpi – mimpi indah kita. Namun pahlawan adalah orang yang maju ke medan perang. Pahlawan adalah orang yang mampu mendayagunakan semangat dan potensinya, akal dan nafsunya untuk sebuah perubahan menuju perbaikan......

Mahasiswa adalah seorang pemuda yang memiliki kekuatan hati dalam bertindak, sehingga kebenaran selalu menyertainya....
Mahasiswa adalah seorang pemuda yang memiliki keikhlasan jiwa dalam bertindak, sehingga kemudahan selalu menyertainya....
Mahasiswa adalah seorang pemuda yang memiliki kesungguhan semangat, elan membara, sehingga selalu kebaikan mengikutinya....
Mahasiswa adalah seorang pemuda yang memiliki kemauan untuk berkorban, sehingga kemenangan adalah buah dari perjuangannya....

Katakan hitam, adalah hitam….
Katakan putih, adalah putih….
Untuk kebenaran dan keadilan….
Menjunjung totalitas perjuangan….

Seluruh rakyat dan mahasiswa….
Bersatu padu bergerak bersama….
Berbekal moral intelektual ….
Selamatkan Indonesia tercinta….
Istana Perjuangan, 1 Juni 2005


Tri Wahyu Yunianto
Presiden Mahasiswa

Saudaraku….
Dengan segala hormat, hati ini :
Kami memohon do’a untuk suatu keteguhan hati dan prinsip…
Kami memohon teguran untuk suatu kelengahan….
Kami memohon nasihat untuk suatu kekhilafan kami….
Semoga Anda tak salah memilih seorang pemimpin….
Dan kami tak salah memilih rakyat…

…..Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, & keluarkan aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong….


selengkapnya...

posted by ENDONISEA @ 00:28, ,